Sahabat adalah seseorang yang sangat dekat
dengan kita karena terbiasa bersama oleh suatu keadaan, fikirku dahulu. Kukira, dia adalah
teman sepermainan, teman sekelas, yang seumuran dengan kita. Kukira, dia adalah
sosok yang begitu dengan kita karena keterikatan hati seperti telepati. Kukira,
seorang sahabat selalu ada saat kita sedih maupun senang. Kukira, dia adalah
sosok yang tanpa kehadirannya kita merasa sepi, sendiri dan tak bisa berbuat
apa-apa. Kukira, bukan sahabat jika dia bukan orang spesial diantara yang lain.
Tapi, kini kurasa, sahabat-sahabat kita, tak perlu mendapat
definisi mendetail seperti itu. Mereka ada dengan keunikannya masing-masing. Mereka,
salah satu subjek yang mengisi kekosongan warna dalam hidup kita.
Kami tak pernah kenal sebelumnya ,hanya tau secara sekilas bahwa
dia sahabat dari teman sekelasku ketika SMA. Pernah suatu kali kami berkenalan
dalam suatu diskusi agama, dan seperti angin lalu, kami lupa satu sama lain.
kami tak pernah sekelas selama 3 tahun itu, tapi, entahlah. Kami tak pernah
bertengkar ataupun berselisih faham, bahkan sampai sekarang (6 thn). Kami sangat
suka bercerita dan berdiskusi sampai lupa waktu. Kami suka berbagi solusi
tentang organisasi masing-masing. Kami bicara banyak hal, tentang masa depan
masing-masing, tentang negeri kita Indonesia, tentang permasalahan sosial dan
umat.
Entah sejak kapan pastinya dia menjadi bagian penting di salah
satu bagian dari hidupku. Awal kelas XI kami hanya memiliki waktu bersama
ketika berangkat dan pulang sekolah. Setahun setelah itu, kami lebih banyak
bersama ketika makan malam. kami berdua selalu paling terakhir di dapur kecil itu, lebih banyak bercerita
dari haya sekedar makan dan mencuci piring kotor. Bahkan setelah beberapa kali
menyadari waktu telah larut dan beberapa kali mengucap ‘salam perpisahan’,
akhirnya ibu yang harus turun tangan ‘memisahkan kami’. Ah…sayangnya niat kami
untuk kuliah di satu unversitas tak ‘direstui’. Long Distance Frienship ^^, mau-maunya dia jemput aku ke kos
padahal aku yang mau main di tempatnya, hujan lagi J. Tak disangka handphoneku hilang di tengah banjir itu,
mungkin tanpanya aku akan menangis dan menyesali kecerobohan semalam suntuk saat
itu. Arigatou, Icha (Fariha Rahmah)
“Teman baik adalah sahabat. Sesama teman saling menolong
dalam kebaikan dan kesabaran.”
foto hasil editan, yang bagus adanya versi cetak :)
Dia, seseorang yg menjadi dekat bukan karena kami selalu
bersama. Bukan dari pertama kami kenal, semua karna indahnya persaudaraan
islam. Kami melewati proses untuk saling mengenal, mengerti dan memahami satu
sama lain. mungkin pernah beberapa kali terlintas luka di hati, sebentar saja,
karena hati pribadi2 melankolis seperti kami mudah ditebak bagaimana, dan
saling meminta maaf duluan adalah hal wajar. Bahkan takut jika ada hal yang
tidak disadari menyakiti yg lain. terkadang…dia seperti ibu, dan aku anaknya,
atau sebaliknya. Si melankolis memang perhatian.
“Perasaan baru kemaren juga ketemu, kayak berapa lama aja
pisah,” komentar Yunizar Galih, teman kampus kami saat melihat aku dan dia
(sahabatku) berpelukan dalam waktu yg cukup lama. Kuingat2 hanya 2 hari kami
tak bertemu, tapi pelukan itu terasa hangat,seperti lama tak bertemu dengan
seorang yang special dalam hidupmu.
Katanya, “Persahabatan itu tentang keikhlasan dan ketulusan.
Sahabat itu member apa yang dia punya. Dan tak meminta apa yang sahabatnya
punya.”
Ah, Siti Aminah Yendy, aku akan sangat merindukanmu
ketika aku sakit dan tak ada yg bisa
memijitku seenak pijitanmu,# ahaha :D
Yendy dan aku, Bazar Kuliah Kewirausahaan,smt 3 bukan y?
Yang satu ini lain juga ceritanya. Kami dekat beberapa hari
setelah masa orientasi di kampus. Aku tertarik berkenalan dengannya dengan
melihat jilbabnya, mungkin merasa ada ‘teman yang sama’. Yah, benar, kami
memang memiliki ‘kesamaan’ itu, minoritas di lingkungan yang baru. Singkat cerita
kami dekat, bahkan dia pindah kos bersama denganku (dengan rayuan mautku, hehe,
maaf ya telah menyeretmu). Dia selalu ada, meski terkesan ‘tak ada hati’.Dulu
dia adalah tempat curhatku, sekarang dia adalah pahlawanku, pejuang muslimah
sejati dah, mondar- mandir bawa motor kesana-kemari, apalagi kalau aku lagi
tepar di kampus,hehe hehe. Dia pendiam yang aslinya tak bisa diam, aku tertipu
dengan wajah kalemnya (hohoh). Dia si kreatif, cerdas, humoris, dan pribadi
yang spontan. Geleng2 kalo dia suka kelepasan trus bilang, “ astaghfirullah.” Hehe,
Lull, alias Nurul Arifah….makasih ya
Pulang ngampus semester 1, awal masa pertemanan
she is my sweetest and girliest friend, Ika Zuhrotun Nisa.
Kami dekat karena satu kos dan satu kelas. Dia sangaaaat cantik, aku bahkan
sering menjadi ‘tameng’ dari gangguan cowok2 usil yang suka nggodain dia. Suka foto-foto,
dimanapun, kapanpun. Dia yang mengajariku ‘pede’ dengan kamera,hehe. Dia suka
ngajakin jalan-jalan, kalau jalan sukanya nggandenga tangan, so sweet kan,
jaman kuliah masih aja gandengan tangan sama temen perempuan. Tapi itu yang
bikin dia manis, calon ibu rumah tangga yang
rapi, perhitungan (hemat, bukan pelit), tak banyak kata tapi sekalinya bicara
langsung ngena, hedeeh…dia juga yang sering nanganin aku ketika tepar di
kampus. Jadi ‘sandaran’ku, aku yakin dalam kondisi seperti itu meskipun aku
kurus tetap saja berat. Ika…terimakasih banyak y
Gudang Pakan, Praktikum MTPK, so sweet u hug me :)
Kalau yang ini…apa y? nih anak memangbanyak teman, kami
dekat dari awal masuk MOS, melewati masa2 ‘asing’ itu dengan dia. Dan juga…karena
persamaan nasib kami, kami berdua jadi ‘anak kesayangan’ dosen wali. Kami banyak
bercerita tentang kondisi masing-masing, berbagi beban ‘kuliah’ dan hidup,
tertawa, belajar bersama. Aku sedikit faham dengan latar belakang agamanya, itu
juga yang membuat kami dekat. Dia tak sepertiku yang berwajah sendu, dia si
periang, dan sikap tegarnya membuat aku
kagum. Tis’a Permatasari, si mungil dari
Magelang, nice to meet and to be your friend.
Rapat Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) 2011
Dan tentang seorang ini….aku sulit untuk menceritakannya. Dia
sahabat yang paling dalam kusayangi, tapi karenanya, hanya dengan mengingat
namanya saja, dapatmembuat perasaanku sedih. Aku tak pernah bertemu dengan dia
lagi usai lebaran tahun pertama kami lulus SMA. Si misterius, si melankolis,
penggila sastra, bahan sampai saat ini aku masih tak bisa mengerti jalan
fikirannya.
“Aku melakukan ini karena aku sangat sayang sama Mut, sama
sayangnya aku sama ruli,heni, adib,” ucapnya beberapa kali setahun yang lalu
via handphone. Aku tak menyangka jika 2 jam percakapan dengannya itu adalah
kesempatan terakhirku sampai batas waktu 5 tahun lagi. Aku di blacklist, untuk
suatu alasan yang tak masuk akal, mencari
jati diri. Aku tak boleh berhubungan dengannya lewat cara apapun. 5 tahun
ini, tak aka nada kabar secuil pun. Meski aku lulus kuliah, meski aku masuk
rumah sakit, meski aku menikah, punya anak, bahkan mati sekalupin dia tak akan
mau menemuiku. Bahkan harus berpura-pura ketika tanpa sengaja bertemu, apa
mungkin aku harus berpura-pura sedangkan kami hidup di kota yang sama? Hhhhhh….nafasku
selalu sesak ketika membicarakan ini, emy…memy…Wahyu Laksmiati Sumarno, begitu
besarkah salahku yang bahkan aku tak benar2 memahami apa salahku?
Tapi…, kurasa sahabat, bagaimanapun itu, kalian adalah kawan special, kawan baik, yang akan membawa kawanmu dalam kebaikan, tak peduli seperti apa yang nampak dari luar, karena hanya hati yang terpaut karena Tuhan yang menjadikan kita berkawan sampai akhir kelak.
Tapi…, kurasa sahabat, bagaimanapun itu, kalian adalah kawan special, kawan baik, yang akan membawa kawanmu dalam kebaikan, tak peduli seperti apa yang nampak dari luar, karena hanya hati yang terpaut karena Tuhan yang menjadikan kita berkawan sampai akhir kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar